Para ilmuwan juga menemukan 30 varietas katak baru dan seekor ular penyedot siput - yang semuanya diambang kepunahan.
mereka - Cerro Pata de Pajaro, dalam bahasa Spanyol berarti Kaki Bukit Burung - kelihatannya telah 95 persen pepohonannya ditebang untuk pertanian.
Kondisi khusus lereng gunung tersebut - hutan tropis berawan - yang berarti hewan-hewan ini tidak dapat ditemukan pada bukit bagian barat tetangga Ekuador.
"Ada keprihatinan mendalam, spesies ini akan segera punah atau bahkan sebelum hewan itu secara resmi dijelaskan oleh ilmu pengetahuan," ujar kepala ekspedisi Dr. Paul Hamilton, Penjelajah Ekologi Reptil dan Ampibi Internasional.
"Bagian lain dari Ekuador, jika anda pergi ke suatu tempat, anda akan menemukan 20 hingga 30 spesies katak. Dan jika anda pergi ke sisi berikutnya anda akan melihat perbedaannya dalam jumlah besar."
Timnya juga menemukan tiga spesies kadal tanpa paru-paru dan ular semak, yang merupakan ular berbisa di dunia namun jarang ditemukan karena hampir punah akibat diburu.
Salah satu penemuan paling menggembirakan para ilmuwan adalah katak yang lebih memilih bertelur di pepohonan dibandingkan pada air.
Bukannya menetas menjadi berudu, namun katak tersebut langsung menetas menyerupai jenis katak dewasa yang berukuran sangat kecil, yang besarnya tidak lebih dari peniti.
"Ular penyedot bekicot, memiliki ciri khas merah mencolok, dengan moncong tumpul yang berfungsi menyumbat lubang dan memudahkannya menyedot bekicot keluar dari cangkangnya," ujar Dr. Hamilton, ilmuwan Amerika, seperti dilansir Daily Mail.
Namun habitat hewan ini sedang terancam oleh penggundulan hutan dan perubahan iklim.
Dr. Kerry Kriger, direktur organisasi sosial Penyelamatan Hewan Amfibi mengatakan: "Yang menjadi kabar baik adalah binatang-binatang tersebut masih hidup dan masih berada di sana, sehingga masih ada kesempatan untuk menyelamatkan hewan-hewan itu dari kepunahan."
Kenaikan temperatur dan kekeringan telah memaksa sejumlah binatang berpindah ke elevasi yang lebih tinggi guna memperoleh suhu dingin dan iklim basah.
Sesungguhnya, lokasi seperti Pata de Pajaro berada di bawah ancaman gangguan ekologis yang tak terhitung banyaknya, dari luas penebangan untuk peternakan hingga penebangan liar dan perburuan.
Sejumlah pola perubahan iklim benar-benar memprediksi, banyaknya hutan-hutan tropis beserta binatangnya yang bergantung pada pola ini, akan lenyap seluruhnya akibat pemanasan global jika sesuatu tidak dilakukan untuk menyelamatkannya.
Katak musim hujan ditemukan sangat rentan terhadap perubahan iklim karena mereka bergantung pada kelembaban pohon untuk bertelur yang akan mengering seiring meningkatnya temperatur alam.
Upaya para ilmuwan sebelumnya di wilayah tersebut telah menghasilkan keragaman yang menakhjubkan lebih dari 140 reptil dan hewan amfibi.
"Terdapat banyak kesenjangan dalam ilmu pengetahuan kita tentang status dan distribusi hewan tropis; penelitian ini hanya goresan permukaan dari apa yang kita ketahui tentang wilayah itu sendiri, apalagi yang terjadi pada pola-pola kepunahan global," ujar Dr. Hamilton.
"Namun untuk membendung pola tingkat kepunahan saat ini, kita semua semestinya melakukan apa yang bisa dilakukan, seperti menghentikan penebangan hutan untuk lahan peternakan, mengurangi makan daging atau secara sederhana mendidik diri kita sendiri dan menyebarkannya ke seluruh dunia."
Dr. Kerry Kriger, direktur organisasi sosial Penyelamatan Hewan Amfibi mengatakan: "Yang menjadi kabar baik adalah binatang-binatang tersebut masih hidup dan masih berada di sana, sehingga masih ada kesempatan untuk menyelamatkan hewan-hewan itu dari kepunahan."
Sumber: http://argakencana.blogspot.com/2010/02/tokek-sebesar-kepala-pensil-ditemukan.html
0 komentar:
Posting Komentar